*Tulisan ini dimuat di Koran Lampost edisi Jum'at/11 Mei 2012
HARI Jumat, 27 April 2012 lalu, seperti biasanya penulis dan para mahasiswa menunaikan ibadah salat jumat di masjid yang biasa kami datangi, yaitu Masjid Mujahidin, Metro Pusat.
Terik
matahari yang menyengat kulit, tidak menyurutkan langkah kaki ini mendatangi
rumah Allah untuk menjalankan kewajiban salat jumat. Rangkaian kegiatan salat
jumat dibuka dengan takmir masjid menyampaikan beberapa pengumuman, seperti
jumlah kotak infak Jumat lalu dan waktu pelaksanaan salat jumat. Tidak lupa
jadwal khotib (pengisi ceramah) khutbah salat jumat saat itu.
Membaca
Buletin
Lantunan
suara azan mendayu merdu di setiap telinga para jemaah yang hadir di masjid
itu. Menyisakan ketenangan batin menembus dinding-dinding hati setiap insan.
Kemudian, tibalah waktunya sang khotib berdiri menyampaikan khutbah Jumatnya.
Sang khotib mengenakan baju putih, celana hitam panjang, dan peci hitam.
Sepertinya
sang khatib belum pernah mengisi khotbah Jumat di masjid itu. Selepas sang
khotib memberikan salam pembuka khotbah, para jemaah dihentakkan oleh seruan
sang khotib tersebut. "Mohon maaf, bagi para jemaah yang masih berada di
belakang harap maju dan mengisi saf (barisan) yang masih kosong," demikian
perintah sang khotib.
Kemudian
khotib tersebut melanjutkan mukadimahnya dengan sangat lancar. Ayat-ayat
Alquran dan hadis mewarnai dalam mukadimahnya. Akhirnya tibalah ke intinya,
yaitu menyampaikan khotbahnya.
Penulis
pun tidak sabar ingin mendengarkan khotbah yang akan disampaikan khotib
tersebut. Namun, belum lagi menyampaikan khotbahnya, tiba-tiba sang khotib
berujar kembali. "Bagi para jemaah salat jumat yang masih membaca buletin
Jumat, tolong dilipat terlebih dahulu untuk mendengarkan khotbah Jumat
ini," ujar sang khotib.
Ketika
lantunan khotbah telah disampaikan di pertengahan, sang khotib kembali
menghentakkan para jemaah dengan ucapan demikian: "Sepertinya saya
mendengar ada yang mengobrol. Tolong diam sejenak untuk khusyuk mendengarkan
khotbah ini. Karena kalau tidak, salat Jumat saudara sekalian akan batal."
Penulis
pun terhenyak. Berturut-turut sang khotib memberikan teguran dan peringatan
untuk para jemaah di dalam khotbahnya. Memperingatkan para jemaahnya untuk
senantiasa menghidupkan sunah-sunah Nabi Muhammad saw. yang kini sudah banyak
ditinggalkan umatnya dalam perihal salat Jumat. Subhanallah, sangat jarang
khotib Jumat yang menegaskan kesalahan jemaah secara langsung ketika sedang
berkhotbah. Penulis pun karena sedang proses belajar di sebuah pondok pesantren
dan telah mendapatkan materi tentang salat Jumat dari seorang ustaz, tersenyum
bangga. Tetapi, juga sekaligus merasa tersindir mendengarkan
peringatan-peringatan yang disampaikan khotib tersebut. Mungkin sebagian jemaah
yang hadir merasa heran dan barangkali mencela sang khotib dengan ucapan-ucapan
seperti: "Loh, kok lagi khotbah ngomong di luar jalur?" atau
"Aneh banget sih, khotib ini menyalahi ketentuan Jumat," dan
lain-lain.
Beginilah
realita yang ada di masyarakat kita. Ajaran-ajaran agama Islam sudah sangat
asing untuk berada di tengah-tengah mereka. Contohnya adalah pada hari Jumat
ini. Mungkin banyak yang belum mengetahui sunah-sunah Nabi Muhammad saw. yang
harus dilakukan umatnya untuk dilakukan pada hari Jumat.
Seperti
sunnah mandi besar sebelum berangkat salat Jumat, mencukur bulu ketiak dan
kemaluan, memotong kuku, memakai pakaian yang terbaik dan diutamakan memakai
warna putih, menggunakan wewangian, membaca surat Al Kahfi, serta banyak
berselawat dan berzikir. Bagi imam pun disunahkan untuk membaca surat al Jumuah
dan al Munafiqun atau Sabbihis dan al-Ghasyiyah pada rakaat pertama dan kedua
pada salat jumat, memperingatkan para jemaah jika mengobrol atau ribut, dan
memerintahkan jemaah yang telat datang ke masjid untuk terlebih dahulu
menunaikan salat sunah tahiyatul masjid sebelum duduk di masjid.
Hidupkan
Sunah
Akhirnya,
penulis mengajak bagi para pembaca untuk senantiasa menghidupkan sunah-sunah
Nabi Muhammad saw. yang kini sudah banyak ditinggalkan umatnya. Siapa yang pada
hari ini berpegang teguh pada sunah Rasul saw., melaksanakannya, istikamah di
atasnya, serta mendakwahkannya, ia akan mendapatkan pahala yang lebih banyak
dibandingkan dengan yang mengamalkan di awal munculnya Islam. Hal ini
sebagaimana sabda Nabi: "Sesungguhnya di belakang hari nanti akan datang
hari-hari yang penuh kesabaran. Orang yang berpegang teguh dengan apa yang
kalian pegang teguh akan mendapat 50 kali pahala yang kalian peroleh."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar