04 Oktober 2013

Takjil (Cerpen)




Bulan Ramadhan tahun 1434 H telah tiba. Semua umat Muslim seluruh dunia menyambutnya dengan suka cita. Karena di bulan ini Allah memberikan pahala yang berlipat-lipat ganda. Bulan yang dimana diperintahkannya untuk berpuasa, juga bulan diturunkannya kitab suci umat Islam yaitu Al-Qur’an.
Selain bulan diwajibkannya berpuasa dan bulan diturunkannya Al-Qur’an, bulan ramadhan juga adalah bulan rezeki bagi sebagian
mahasiswa perantauan yang tinggal nge-kost atau ngontrak. Termasuk Yusuf, seorang mahasiswa baru yang berasal dari Lampung. Kini hari-harinya telah disibukkan dengan aktivitas kuliah dengan tugas yang sangat padat. Mengerjakan tugas kuliah, presentasi, tugas kelompok, praktikum, dsb. Kesibukan ini juga dilanda oleh seluruh mahasiswa Universitas Cahaya Medan.
Biaya kuliah yang mahal juga biaya hidup selama kuliah menjadi momok bagi sebagian mahasiswa. Maka ketika datang bulan Ramadhan ini, menjadi kesempatan emas bagi mereka yang ingin menghemat dana yang nipis. Karena biasanya di masjid-masjid dekat mereka tinggal telah tersedia aneka makanan gratis dari warga yang memberikan secara sukarela untuk berbuka puasa kepada orang-orang daerah sekitar. Hal seperti ini lazim disebut dengan takjil.
“Ton, nanti kita maghriban di masjid Al-Hidayah ya.” Pinta Yusuf pada Toni teman kontrakkannya.
“Kenapa harus disana Suf?” Tanya Toni.
“Di masjid Al-Hidayah itu selain ada takjilannya, juga ada nasi bungkusnya Ton, jadi kita bisa lebih hemat. Beda halnya dengan masjid Al-Furqon yang hanya ada takjilan saja” Sambung Yusuf dengan tegas.
“Oke, sip!!!” Ujar Toni dengan wajah sumringah.
Saat matahari hampir tenggelam, Yusuf dan Toni telah berada di masjid Al-Hidayah menunggu adzan magrib berkumandang. Dihadapannya telah tersaji aneka macam hidangan berbuka puasa. Ada kolak, gorengan, kue, dan es buah. Tak ketinggalan ada bungkusan nasi sayur. Ini dia yang Yusuf dan Toni incar.
Allahu Akbar Allahu Akbar...!
Suara adzan berkumandang dari speaker besar masjid Al-Hidayah. Dengan sigap Yusuf juga Toni melambungkan tangannya menuju makanan yang telah tersedia dihadapannya. Dengan lahap Yusuf dan Toni juga beberapa warga yang hadir menikmati takjilan. Usai adzan berkumandang, Yusuf dan Toni mengambil nasi bungkus yang telah tersedia kemudian menyimpannya.
Siang ini Matahari tampak merah menyala. Menampakkan keganasannya merajai siang yang begitu terik. Yusuf membaca sebuah pesan singkat dari kakak tingkatnya ketika ia sedang malasa-malasan di kamar kontrakkannya. Isi pesan itu adalah mengajak Yusuf sore ini untuk mengikuti rapat persiapan acara pelatihan da’i. Kalau bukan karena amanah, Yusuf enggan menghadiri rapat itu. Ia lebih baik memilih mendekan dikamar dengan menghidupkan kipas angin dengan volume yang full.
Rapat persiapan acara pelatihan da’i telah berlangsung 15 menit ketika Yusuf baru saja masuk kedalam ruang kelas berukuran sedang. Tampak ia menundukkan kepala pertanda rasa hormat pada teman-teman dan kakak-kakak tingkatnya.
“Maaf ya aku telat, tadi motorku rewel.” Ucap Yusuf agak segan.
“Oke, gak apa-apa kok Akh Yusuf, rapatnya masih berlamgsung.” Ujar Doni sang ketua organisasi yang Yusuf ikuti sembari mempersilahkan duduk.
Ketika rapat berlangsung, tampak Yusuf sedikit gelisah. Handphone yang ia pegang tak henti-hentinya bekerja. Rupanya ia sedang SMS-an dengan Toni. Sesekali Yusuf melihat jam dinding kelas. Akh Doni rupanya melihat kegelisahan yang tampak pada diri Yusuf.
“Ada apa Akh Yusuf? Kok kayaknya ada sesuatu yang dipikirkan?” Tanya Akh Doni memastikan.
“Oh,, eh.. gak ada apa-apa kok.” Jawab Yusuf salah tingkah.
Tepat jam 17.45 rapat selesai. Yusuf dengan sigap berpamitan pada teman-temannya. Dengan langkah seribu Yusuf berlari menuju parkiran kemudian menggas motor bebeknya dengan kencang. Jarum jam semakin berputar mengitari angka-angka. Adzan maghrib telah berkumandang dengan merdu ketika Yusuf masih berada di lampu merah.
“Sial.” Desahnya.
Motor kian melaju dengan kencang. Suara iqomah telah berkumandang bertepatan telah sampainya Yusuf di masjid Al-Hidayah. Dengan cepat ia memarkirkan motor kesayangannya. Dan langsung ia menuju serambi masjid. Apa yang terjadi? Semua makanan habis. Ludes tak tersisa sedikitpun. Hanya air putih yang ada. Dengan lemas Yusuf terduduk sambil membatalkan puasanya sambil menegak air putih. Toni yang telah usai mengambil air wudhu, melihat tingkah temannya itu sambil tertawa terbahak-bahak.

-Selesai-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar