#Dunia "Menulis & Dakwah"
Buku
adalah jendela dunia. Itulah kata sebuah pepatah. Sampai kapanpun buku menjadi
salah satu sarana untuk menimba ilmu diantara sarana-sarana lainnya. Betapa
sebuah buku menjadi tonggak sejarah bagi para penuntut ilmu terdahulu sampai dengan
sekarang.
Kecintaanku
pada buku berawal sejak bangku SMP. Mungkin itu suatu hal yang
terlambat, namun tidak bagiku. Karena itu menjadi awal bagiku mencintai buku sebagaimana aku mencintai diriku sendiri. Dan kecintaanku pada buku pun menjadi awal aku suka menulis. Ya, karena aktivitas menulis adalah kegiatan berbagi kepada orang lain. Karena hakikatnya menulis merupakan kegiatan menyampaikan informasi dan ilmu pengetahuan dari apa yang telah kita baca.
terlambat, namun tidak bagiku. Karena itu menjadi awal bagiku mencintai buku sebagaimana aku mencintai diriku sendiri. Dan kecintaanku pada buku pun menjadi awal aku suka menulis. Ya, karena aktivitas menulis adalah kegiatan berbagi kepada orang lain. Karena hakikatnya menulis merupakan kegiatan menyampaikan informasi dan ilmu pengetahuan dari apa yang telah kita baca.
Membaca
merupakan salah satu perintah Allah SWT terhadap hamba-hamba-Nya. Dalam Firman-Nya:
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah
Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhan-mulah Yang Maha
Mulia. Yang Mengajar manusia dengan pena. Dia Mengajarkan manusia apa yang
tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq: 1-5)
Meskipun
buku yang aku sukai saat itu adalah buku komik. Sebuah jenis buku yang penuh
dengan gambar dengan sedikit dialog dan tulisan. Sepele memang. Koleksi dari
berbagai komik yang kumiliki saat itu terbilang banyak jumlahnya. Dan sebagian
besar komik yang kumiliki berasal dari Negeri Matahari. Seperti Doraemon,
Detective Conan, Captain Tsubasa, Shinchan dan lain-lain.
Ketika
aku beranjak ke SMA, kakakku yang juga mantan aktivis Rohis (Rohani Islam :Red)
mengarahkanku untuk mengikuti kegiatan ekskul Rohis. Yang notabene aktivitas
dan pembahasannya selalu tentang hal-hal yang berbau agama Islam. Akupun
menuruti kemauannya. Tidak berhenti sampai disitu, kakakku selalu menyodorkan
buku-buku Islam kepadaku dan meyuruhku untuk membacanya. Awalnya berat, karena
buku-buku itu tak ada gambarnya sama sekali. Hanya goresan tinta hitam diatas
kertas putih yang sangat membosankan. Namun lama-kelamaan aku menjadi terbiasa
juga untuk membaca buku-buku tersebut.
Pada
suatu ketika kakakku kembali menyodorkan sebuah buku yang sangat tebal. Dan
buku tersebut ternyata adalah sebuah novel Islam. Novel Islam tersebut berjudul
Ketika Cinta Bertasbih. Novel yang sangat tebal. Tak ada gambar satupun
didalamnya. Melihatnya saja aku sudah enggan, apalagi jika disuruh membacanya.
“Dek,
coba dibaca novel ini. Kakak jamin gak akan nyesel setelah
membacanya.” Pinta Kakakku sambil menyerahkan novel itu kepadaku.
“Iya
deh.. Insya Allah.” Jawabku singkat dan kemudian mengulurkan
tangan kanan dengan tidak bersemangat.
Tapi
karena aku sudah mulai terbiasa membaca buku-buku yang tidak bergambar lagi,
maka dengan sedikit keraguan aku mencoba untuk membaca novel tersebut. Subhanallah
diluar dugaanku, aku mampu menamati novel setebal 477 halaman itu hingga
tuntas. Bahkan aku penasaran dengan kelanjutan dari novel tersebut. Kemudian
aku mencari novel-novel yang sejenis untuk kubaca kembali. Dari sinilah aku
lebih tertarik membaca novel-novel tebal yang bernafaskan Islam. Berbagai judul
novel Islam yang telah kubaca diantaranya adalah Dwilogi Ketika Cinta
Bertasbih, Ayat-ayat Cinta, Dalam Mihrab Cinta, Tetralogi Laskar Pelangi,
Trilogi Negeri 5 Menara dan Ketika Mas Gagah Pergi. Sampai buku-buku non-fiksi
pun tak luput kubaca.
Dan
ketika pendidikanku memasuki jenjang yang lebih tinggi yaitu perguruan tinggi, maka
kesukaanku membaca semakin menjadi. Karena memang ada sebuah tuntutan juga
sebagai mahasiswa untuk membaca berbagai literatur dan referensi untuk bahan-bahan
mata kuliah. Selain itu karena jiwaku sudah melekat dengan dakwah saat masa
sekolah dulu mengikuti berbagai kegiatan di Rohis, maka di kampus aku terlibat
aktif di Lembaga Dakwah Kampus. Ibaratnya adalah sebuah panggilan jiwa. Selain
karena program studi yang kuambil adalah Pendidikan Agama Islam, maka dari
sinilah aku lebih serius untuk mengabdikan diriku di dunia dakwah.
Di
dunia dakwah kampus yang semakin hari aku geluti, disini aku merasakan atmosfer
yang lebih berbeda saat bergelut pada dunia dakwah saat di sekolah dulu.
Perbedaannya sangat menonjol sekali. Ketika dakwah sekolah hanya terbatas pada
internal sekolah, maka dakwah di kampus lebih luas lagi ranahnya. Tidak hanya
di internal kampus, tapi aku bisa merasakan dunia dakwah di eksternal kampus.
Mendapatkan dan berbagi pengalaman dengan teman-teman sesama aktivis dakwah
kampus yang berada diluar.
Dan
dari dunia dakwah ini jugalah aku akhirnya terjun ke dunia menulis. Sebuah
dunia baru bagi hidupku. Sangat mengasyikkan sekali berada di dalamnya. Awal
aku masuk ke dunia menulis, saat itu aku melihat mading (majalah dinding :Red)
di kampusku. Disana terpampang sebuah pamflet yang berisikan acara bedah
penulis. Menghadirkan seorang penulis yang fenomenal di Indonesia dan sudah tak
asing lagi bagiku. Karena karya-karyanya hampir semua telah kubaca. Salah
satunya yaitu novel Mega Best Seller Dwilogi Ketika Cinta Bertasbih. Dia
adalah Habiburrahman El-Shirazy.
Dengan
semangat ’45 aku nantikan acara bedah penulis yang diadakan oleh Cabang Forum
Lingkar Pena yang ada didaerahku. Sebuah klub (organisasi) penulis yang
beranggotakan orang-orang yang suka menulis dan ingin jadi penulis. Klub yang
didirikan oleh Helvy Tiana Rosa ini, sudah tersebar di seluruh Indonesia bahkan
diluar negeri karena kiprahnya di dunia menulis dan juga menghasilkan
orang—orang yang turut membanggakan Bangsa kita ini.
Akhirnya
hari yang dinantikan tiba juga. Acara bedah penulis bersama Kang Abik
(panggilan sapaan Habiburrahman El-Shirazy) berlangsung dengan sangat meriah.
Dikesempatan ini pulalah beliau mempromosikan novel terbarunya yaitu Bumi
Cinta. Ada rasa iri yang menyelinap dalam hatiku. Kapan aku bisa mengikuti
jejak beliau. Berkarya dengan menulis yang banyak mencerahkan ummat termasuk
diriku.
Selanjutnya,
moderator membuka beberapa sesi untuk tanya jawab kepada hadirin yang datang. Hmm..
tapi sayang aku yang berada di bagian belakang tak kebagian untuk bertanya.
Tapi tak mengapa bagiku. Banyak hal yang kudapati dari seorang Habiburrahman
El-Shirazy. Kegigihannya menjadi seorang penulis membawanya menjadi seorang
yang berguna bagi orang lain. Aku pun langsung teringat hadits Nabi SAW yang
berbunyi, “Khoirunnaas anfu ‘ahum linnaas.” Sebaik-baik manusia adalah
yang bermanfaat bagi orang lain. Tiba-tiba muncul dalam benakku untuk mengikuti
jejaknya menjadi sorang penulis agar bisa bermanfaat bagi orang lain juga.
Entahlah kapan semua itu terwujud. Hanya sebuah mimpi.
Tanpa
disangka-sangka akhirnya aku bergabung di Forum Lingkar Pena atas saran dan ajakan
temanku sesama aktivis dakwah. Di organisasi penulis inilah semangat untuk
menulis muncul dari dalam diriku. Berawal dari kegemaranku membaca novel,
timbullah rasa keinginanku untuk mencoba mulai menulis.
Pada
suatu hari iseng-iseng aku menulis sebuah opini di salah satu koran terbesar di
Lampung. Yaitu Lampung Post atau yang biasa disingkat Lampost. Karena latar
belakang pendidikanku Agama Islam, maka kutuliskan didalam opini tersebut
terkait tentang ajaran Agama Islam yaitu sunnah-sunnah Nabi SAW yang kini
banyak ditinggalkan oleh ummatnya. Dibungkus dengan judul Teguran Sang Khotib
akhirnya tulisan opiniku dimuat bertepatan pada hari jum’at. Kegembiraan
membuncah didalam dadaku. Tulisan pertamaku dimuat di koran. Sujud syukur
kulakukan.
Kini
aku berniat dan mengabdikan diriku untuk senantiasa menulis yang berkaitan
dengan agamaku. Ketika aku ditanya oleh
Ketua Forum Lingkar Pena yang ada didaerahku apa tujuanku menulis, maka
dengan mantap aku menjawab: “Aku menulis untuk berdakwah.”
Ya, dua dunia itu aku sambungkan menjadi satu.
Dunia dakwah membawaku ke Dunia Menulis. Meskipun dengan tulisan, tapi aku
yakin bisa memberikan sedikit kontribusi kepada ummat. Apalagi dunia Islam kini
banyak dilecehkan dengan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
-Selesai-
Metro, 25
September 2012
By:
Ahmad Tarnudzi (Based On True Story)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar