Teman-teman, kenalkan namaku Anis. Saat ini aku berusia 4 tahun. Usia
yang masih sangat kecil bagi sebagian orang. Tapi Aku merasa bahwa Aku bukan anak kecil lagi. Terbukti
dengan Aku yang bisa mengerjakan sesuatu dengan sendiri. Seperti mandi. Aku
sudah bisa memandikan diriku sendiri. Tinggal jebar-jebur atau berendam
di bak yang besar. Kemudian melumuri seluruh tubuhku dengan sabun yang sangat
wangi itu dan dee-dee yang menyuci rambut-rambut tipis diatas kepalaku
ini. Aku juga sudah bisa makan sendiri tanpa harus disuapi lagi oleh Ummi,
meskipun ketika makan sisa-sisanya berceceran dimana-mana. Atau ketika Abi
mengajak Aku ke sekolah kak Anas, Aku sudah tak segan berbicara dengan teman-temannya
Kak Anas dan bermain dengan mereka. Itulah pemahamanku tentang
orang gede.
orang gede.
Abi. Sesosok Ayah yang sangat baik dan cerdas bagiku. Wajahnya
rupawan, badannya tegap, dan tinggi. Setiap habis pulang dari kantornya, Abi
selalu membawakan coklat manis kesukaanku, menggendongku, dan menciumiku.
Terkadang ketika Aku sedang tidurpun selalu diciumi oleh Abi, sehingga Aku
terbangun dan menangis sejadi-jadinya. Kalau sudah begini, Ummi selalu memarahi
Abi sehingga membuat Abi terdiam kaku. Sungguh lucu melihatnya. Dan satu hal
yang paling tidak Aku sukai dari Abi adalah bulu-bulu yang ada di dagunya.
Sebab membuatku geli dan merasa aneh ketika Abi menciumiku. Kata Abi sih
itu namanya jenggot.
Umi. Sesosok Ibu yang tak kalah baiknya dengan Abi. Orang yang
paling Aku sayangi setelah Abi. Dulu Setiap Ummi mau pergi kemana-mana, Aku
selalu dibawa dan digendongnya dengan penuh kasih sayang. Tapi sekarang Aku
tidak mau lagi untuk digendong dan lebih baik berjalan disamping Ummi tanpa
perlu digendong. Lagi-lagi karena Aku merasa sudah gede. Juga dulu ketika
malam hari Aku merengek minta susu, Ummi selalu ada disampingku untuk
menyusuiku dan mendiamkanku dengan belaian lembut tangannya. Luar biasa. Kasih
sayang Ibu tak terhingga sepanjang masa, kata sebuah lirik lagu.
Kak Anas. Ini kakakku satu-satunya yang selalu membuat Aku menangis
setelah Abi. Masalahnya karena Kak Anas suka menjahiliku. Contohnya adalah
ketika Abi membelikan mainan baru buatku, baru saja Aku pegang beberapa menit,
tiba-tiba ketika Aku sedang lengah Kak Anas langsung merebut mainan baruku itu
dan berlari sekencang-kencangnya menjauhiku. Kalau sudah begini, Aku langsung nangis
sejadi-jadinya. Dan Ummi yang ketika itu berada dirumah langsung mengejar dan
segera menangkap Kak Anas.
Aku tinggal bersama Abi, Ummi, dan Kak Anas disebuah rumah yang
sangat asri di daerah Metro Pusat. Sebuah kota kecil di Provinsi Lampung. Rumahku
dihiasi dengan pepohonan yang berarak rindang. Ditambah dengan kolam ikan yang
biasa Aku, Kak Anas, dan Raffi tetanggaku dan teman bermainku, bermain
didalamnya untuk menangkap ikan yang lucu-lucu itu. Sehingga air yang bermula
bening menjadi keruh. Kalau sudah begini, Ummi akan marah-marah melihat
perbuatan nakal kami. Aku dan Kak Anas satu kamar. Sebenarnya Ummi dan Abi
lebih menginginkanku untuk tidur bersama mereka, tapi lagi-lagi dengan alasasan
kalau Aku sudah gede dan bukan anak kecil lagi, aku merujuk untuk tidur bersama
Kak Anas.
Jam di dinding rumahku menunjukkan pukul 11.00 siang. Hari ini Abi
pulang kerja lebih cepat dari biasanya. Kemudian Aku berlari menemui Abi dan cepat-cepat
kuciumi tangan kanan Abi yang kasar. Terlihat peluh di muka Abi. Tapi tetap Abi
selalu menyempatkan untuk menggendongku dan menciumi kedua pipiku yang gembul
ini. Kemudian seperti biasa Abi mengeluarkan sebuah coklat manis dari
kantong bajunya. Hadiah buatku. Namun ada yang janggal. Biasanya coklat yang Abi
berikan selalu penuh dan utuh, tapi kenapa sekarang cuma sepotong?
“Abi, kok coklatnya cuma sepotong?” Tanyaku penasaran.
“Iya. Sepotongnya udah jadi sedekah Anis buat teman seumuran Anis
yang berjualan koran di perapatan jalan Taman Kota tadi.” Jawab Abi.
Loh kenapa dikasih dengan anak itu Abi? Tanyaku lagi penasaran.
“Abi kasian dengannya. Baju yang dikenakannya sudah bolong-bolong,
tidak seperti baju Anis yang masih bagus-bagus. Kan Abi pernah bilang
kalau sesama manusia itu, kita harus saling tolong menolong.” Jelas Abi.
“Oke deh Bi. Nanti kalau Anis ketemu dengan anak itu, Anis
akan berikan coklat manis ini semuanya.” Polos Anis berkata. Ummi yang melihat
dan mendengar percakapan kami hanya tersenyum dari balik pintu kamar makan.
“Abi, Anis yuk makan dulu. Hari ini Ummi masak cumi-cumi goreng
kesukaan Abi dan Anis.” Teriak Ummi.
“Asiiik…” Kami bersahutan dan berlari seperti seekor serigala yang
sedang kelaparan mencari mangsanya.
“Mi, Anas belum pulang sekolah? Tanya Abi sambil menjumput cumi
goreng.
“Belum Bi. Tadi sebelum berangkat sekolah, Anas bilang mau ada praktek
sholat di masjid Taqwa dekat taman kota.” Jawab Ummi.
Tiba-tiba Aku nyeletuk dan memotong pembicaraan antara Abi
dan Ummi.
“Masjid Taqwa itu apa mi?” Tanyaku polos.
Ummi tersenyum kemudian menjawab..
“Masjid Taqwa itu adalah rumah Allah sayang. Tempat orang-orang
melaksanakan ibadah. Seperti sholat kayak kak Anas itu.” Terang Ummi.
“Rumah Allah?” Gumamku.
“Berarti semua masjid itu rumah Allah ya Mi?” Tanyaku lagi.
“Iya.” Jawab Ummi.
“Bi, nanti ajak Anis ke masjid taqwa ya? Soalnya kemarin Anis
liat Raffi pake topi dan baju koko putih sama Abinya mau pergi ke masjid.”
Rujukku.
“Beneran Anis mau kemasjid?” Sergah Abi.
“Iya Bi. Anis mau kayak Raffi. Pake topi dan baju koko.”
Ujarku.
“Itu namanya bukan topi Nis, itu namanya peci.” Seru Abi.
“Oh Peci ya Bi.” Terangku sambil menggaruk-garuk kepala yang
sebenarnya tidak gatal.
“Oke, nanti Abi ajak Anis ke masjid. Nanti minta sama Ummi peci dan
baju kokonya ya..” Kata Abi.
“Horee.. Anis mau ke masjid sama Abi.” Riangku.
Jam di rumahku masih menunjukkan pukul 11.30 siang. Aku sudah rapi dengan
baju koko berwarna putih dihiasi sebuah peci berwarna hitam yang bertengger
diatas kepalaku. Persis seperti Raffi kemarin. Kemudian Aku melihat
penampilanku dicermin. Aku tersenyum geli melihat diriku seperti Abi jika mau
pergi ke masjid. Ini adalah kali pertama Aku pergi ke masjid.
“Hhmmm, lama banget sih kok belum adzan-adzan juga.” Kesalku.
“Abi, kok gak adzan-adzan sih?” Tanyaku tak sabar
menggangu Abi yang sedang membaca buku.
“Sabar donk Anis sayang, sebentar lagi juga adzan.” Hibur Abi.
Allahu Akbar.. Allahu Akbar..
Kumandang adzan bersahut-sahutan memekakkan telingaku. Seketika itu
pun Aku menarik-narik tangan Abi menuju masjid taqwa yang lumayan jauh
dan ditempuh dengan menggunakan sepeda motor.
“Abi ayo ke masjid taqwa, udah azan nih.” Paksaku.
“Oke deh. Tapi kita ke kamar mandi dulu ya. Kita ambil air wudhu.”
Ujar Abi.
“Wudhu. Apa itu Bi?”
“Wudhu itu membersihkan anggota-anggota badan kita biar suci,
dan itu wajib hukumnya kalau kita mau melaksanakan sholat.” Jawab Abi.
Sesampainya di kamar mandi, Abi mengajariku tata cara berwudhu.
Aku terheran-heran saja meniru Abi yang membasahi anggota badannya dengan air.
“Bi, tolong Anis dijaga ya? Jangan biarkan Anis main-main dan menggangu
orang lain solat.” Pinta Ummi.
“Beres Mi. Biar kuurus anak Ummi yang satu ini.” Kata Abi tersenyum.
Dalam perjalanan menuju masjid, Aku berpapasan dengan Raffi beserta
Abinya juga. Mereka berpenampilan sama seperti Aku dan Abi. Memakai baju koko
dan peci dikepala. Akhirnya Kami tiba juga dimasjid. Berduyun-duyun orang masuk
kedalamnya. Seketika itu pun Aku bertanya pada Abi.
“Bi, Allahnya mana?” tanyaku polos.
Sambil tersenyum Abi menjawab. “Anis sayang, setiap masjid memang
rumah Allah. Maksudnya adalah orang-orang yang beragama Islam seperti kita ini
wajib menaati perintah Allah. Sholat contohnya. Wajib hukumnya berjama’ah di
masjid. Sebagai bentuk rasa cinta kita kepada Allah.”
“Oh gitu ya Bi.” Desisku.
Suara iqomat pun dikumandangkan, pertanda sholat akan
segera dilaksanakan. Orang-orang yang telah berada di masjid taqwa ini pun
segera membentuk barisan. Aku pun sama. Membentuk barisan tepat berada
disamping Abi. Entah apa maksudnya, Abi dan orang-orang disini mengangkat kedua
tangannya, lalu berjongkok, kemudian disusul dengan bersujud ditambah juga
dengan mulut yang komat-kamit. Terus begitu sampai empat kali. Mataku
melirik kearah Raffi yang berada diujung barisan pertama. Aku tersenyum gembira
menyambut lirikannya, begitupun Raffi.
Kutatap satu persatu jama’ah sholat dzuhur di masjid taqwa
ini, tapi tak tampak kakakku Anas dimana. Kata Ummi Kak Anas ada praktek sholat
di masjid taqwa? Ah.. mungkin Kak Anas sudah pulang ke rumah.” Pikirku.
Sesampainya di rumah, Ummi dan Kak Anas menyambut Aku dan Abi dengan
senyum merekah yang mengambang dibibir. Kami mengucapkan salam dengan
serentak, dan dijawab oleh Ummi dan Kak Anas dengan balasan salam yang serentak
pula.
“Dek Anis, gimana tadi sholat dzuhurnya?” Tanya Kak Anas
singkat.
“Wah seru banget Kak. Banyak orang, ada Raffi bersama Abinya juga
loh.” Jawabku.
“Hmm.. emang seru banget dek. Makanya cepet sekolah
kayak Kakak. Biar bisa ke masjid terus.” Pamer Anas.
“Tenang aja Kak. Abi sudah janji mau ngajak Anis tiap kali
Abi mau sholat ke masjid.” Jawabku.
“Oya, kata Ummi masjid itu rumah Allah. Tapi kok tadi Anis gak
ketemu sama Allah ya?” Sambung Anis.
Abi, Ummi, dan Kak Anas terdiam. Semburat senyuman mulai menghiasi
wajah mereka masing-masing. Kemudian meledak menjadi sebuah tawa lepas yang tak
kutahu apa maksudnya. Dengan aba-aba mereka meledek Aku dan kompak
mengatakan: “Dasar anak kecil.”
--- Selesai ---
Metro, 12 April 2012
Created By: Ahmad Tarnudzy (AB3 FLP Cab. Kota Metro)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar