04 Oktober 2013

Rumah Allah (Cernak)



Teman-teman, kenalkan namaku Anis. Saat ini aku berusia 4 tahun. Usia yang masih sangat kecil bagi sebagian orang. Tapi Aku merasa  bahwa Aku bukan anak kecil lagi. Terbukti dengan Aku yang bisa mengerjakan sesuatu dengan sendiri. Seperti mandi. Aku sudah bisa memandikan diriku sendiri. Tinggal jebar-jebur atau berendam di bak yang besar. Kemudian melumuri seluruh tubuhku dengan sabun yang sangat wangi itu dan dee-dee yang menyuci rambut-rambut tipis diatas kepalaku ini. Aku juga sudah bisa makan sendiri tanpa harus disuapi lagi oleh Ummi, meskipun ketika makan sisa-sisanya berceceran dimana-mana. Atau ketika Abi mengajak Aku ke sekolah kak Anas, Aku sudah tak segan berbicara dengan teman-temannya Kak Anas dan bermain dengan mereka. Itulah pemahamanku tentang
orang gede.

Abi. Sesosok Ayah yang sangat baik dan cerdas bagiku. Wajahnya rupawan, badannya tegap, dan tinggi. Setiap habis pulang dari kantornya, Abi selalu membawakan coklat manis kesukaanku, menggendongku, dan menciumiku. Terkadang ketika Aku sedang tidurpun selalu diciumi oleh Abi, sehingga Aku terbangun dan menangis sejadi-jadinya. Kalau sudah begini, Ummi selalu memarahi Abi sehingga membuat Abi terdiam kaku. Sungguh lucu melihatnya. Dan satu hal yang paling tidak Aku sukai dari Abi adalah bulu-bulu yang ada di dagunya. Sebab membuatku geli dan merasa aneh ketika Abi menciumiku. Kata Abi sih itu namanya jenggot.

Umi. Sesosok Ibu yang tak kalah baiknya dengan Abi. Orang yang paling Aku sayangi setelah Abi. Dulu Setiap Ummi mau pergi kemana-mana, Aku selalu dibawa dan digendongnya dengan penuh kasih sayang. Tapi sekarang Aku tidak mau lagi untuk digendong dan lebih baik berjalan disamping Ummi tanpa perlu digendong. Lagi-lagi karena Aku merasa sudah gede. Juga dulu ketika malam hari Aku merengek minta susu, Ummi selalu ada disampingku untuk menyusuiku dan mendiamkanku dengan belaian lembut tangannya. Luar biasa. Kasih sayang Ibu tak terhingga sepanjang masa, kata sebuah lirik lagu.

Kak Anas. Ini kakakku satu-satunya yang selalu membuat Aku menangis setelah Abi. Masalahnya karena Kak Anas suka menjahiliku. Contohnya adalah ketika Abi membelikan mainan baru buatku, baru saja Aku pegang beberapa menit, tiba-tiba ketika Aku sedang lengah Kak Anas langsung merebut mainan baruku itu dan berlari sekencang-kencangnya menjauhiku. Kalau sudah begini, Aku langsung nangis sejadi-jadinya. Dan Ummi yang ketika itu berada dirumah langsung mengejar dan segera menangkap Kak Anas.

Aku tinggal bersama Abi, Ummi, dan Kak Anas disebuah rumah yang sangat asri di daerah Metro Pusat. Sebuah kota kecil di Provinsi Lampung. Rumahku dihiasi dengan pepohonan yang berarak rindang. Ditambah dengan kolam ikan yang biasa Aku, Kak Anas, dan Raffi tetanggaku dan teman bermainku, bermain didalamnya untuk menangkap ikan yang lucu-lucu itu. Sehingga air yang bermula bening menjadi keruh. Kalau sudah begini, Ummi akan marah-marah melihat perbuatan nakal kami. Aku dan Kak Anas satu kamar. Sebenarnya Ummi dan Abi lebih menginginkanku untuk tidur bersama mereka, tapi lagi-lagi dengan alasasan kalau Aku sudah gede dan bukan anak kecil lagi, aku merujuk untuk tidur bersama Kak Anas.

Jam di dinding rumahku menunjukkan pukul 11.00 siang. Hari ini Abi pulang kerja lebih cepat dari biasanya. Kemudian Aku berlari menemui Abi dan cepat-cepat kuciumi tangan kanan Abi yang kasar. Terlihat peluh di muka Abi. Tapi tetap Abi selalu menyempatkan untuk menggendongku dan menciumi kedua pipiku yang gembul ini. Kemudian seperti biasa Abi mengeluarkan sebuah coklat manis dari kantong bajunya. Hadiah buatku. Namun ada yang janggal. Biasanya coklat yang Abi berikan selalu penuh dan utuh, tapi kenapa sekarang cuma sepotong?

“Abi, kok coklatnya cuma sepotong?” Tanyaku penasaran.

“Iya. Sepotongnya udah jadi sedekah Anis buat teman seumuran Anis yang berjualan koran di perapatan jalan Taman Kota tadi.” Jawab Abi.

Loh kenapa dikasih dengan anak itu Abi? Tanyaku lagi penasaran.

“Abi kasian dengannya. Baju yang dikenakannya sudah bolong-bolong, tidak seperti baju Anis yang masih bagus-bagus. Kan Abi pernah bilang kalau sesama manusia itu, kita harus saling tolong menolong.” Jelas Abi.

“Oke deh Bi. Nanti kalau Anis ketemu dengan anak itu, Anis akan berikan coklat manis ini semuanya.” Polos Anis berkata. Ummi yang melihat dan mendengar percakapan kami hanya tersenyum dari balik pintu kamar makan.

“Abi, Anis yuk makan dulu. Hari ini Ummi masak cumi-cumi goreng kesukaan Abi dan Anis.” Teriak Ummi.

“Asiiik…” Kami bersahutan dan berlari seperti seekor serigala yang sedang kelaparan mencari mangsanya.

“Mi, Anas belum pulang sekolah? Tanya Abi sambil menjumput cumi goreng.

“Belum Bi. Tadi sebelum berangkat sekolah, Anas bilang mau ada praktek sholat di masjid Taqwa dekat taman kota.” Jawab Ummi.

Tiba-tiba Aku nyeletuk dan memotong pembicaraan antara Abi dan Ummi.

“Masjid Taqwa itu apa mi?” Tanyaku polos.

Ummi tersenyum kemudian menjawab..

“Masjid Taqwa itu adalah rumah Allah sayang. Tempat orang-orang melaksanakan ibadah. Seperti sholat kayak kak Anas itu.” Terang Ummi.

“Rumah Allah?” Gumamku.

“Berarti semua masjid itu rumah Allah ya Mi?” Tanyaku lagi.

“Iya.” Jawab Ummi.

“Bi, nanti ajak Anis ke masjid taqwa ya? Soalnya kemarin Anis liat Raffi pake topi dan baju koko putih sama Abinya mau pergi ke masjid.” Rujukku.

Beneran Anis mau kemasjid?” Sergah Abi.

“Iya Bi. Anis mau kayak Raffi. Pake topi dan baju koko.” Ujarku.

“Itu namanya bukan topi Nis, itu namanya peci.” Seru Abi.

“Oh Peci ya Bi.” Terangku sambil menggaruk-garuk kepala yang sebenarnya tidak gatal.

“Oke, nanti Abi ajak Anis ke masjid. Nanti minta sama Ummi peci dan baju kokonya ya..” Kata Abi.
“Horee.. Anis mau ke masjid sama Abi.” Riangku.

Jam di rumahku masih menunjukkan pukul 11.30 siang. Aku sudah rapi dengan baju koko berwarna putih dihiasi sebuah peci berwarna hitam yang bertengger diatas kepalaku. Persis seperti Raffi kemarin. Kemudian Aku melihat penampilanku dicermin. Aku tersenyum geli melihat diriku seperti Abi jika mau pergi ke masjid. Ini adalah kali pertama Aku pergi ke masjid.

“Hhmmm, lama banget sih kok belum adzan-adzan juga.” Kesalku.

“Abi, kok gak adzan-adzan sih?” Tanyaku tak sabar menggangu Abi yang sedang membaca buku.
“Sabar donk Anis sayang, sebentar lagi juga adzan.” Hibur Abi.

Allahu Akbar.. Allahu Akbar..
Kumandang adzan bersahut-sahutan memekakkan telingaku. Seketika itu pun Aku menarik-narik tangan Abi menuju masjid taqwa yang lumayan jauh dan ditempuh dengan menggunakan sepeda motor.

“Abi ayo ke masjid taqwa, udah azan nih.” Paksaku.

“Oke deh. Tapi kita ke kamar mandi dulu ya. Kita ambil air wudhu.” Ujar Abi.

Wudhu. Apa itu Bi?”

Wudhu itu membersihkan anggota-anggota badan kita biar suci, dan itu wajib hukumnya kalau kita mau melaksanakan sholat.” Jawab Abi.

Sesampainya di kamar mandi, Abi mengajariku tata cara berwudhu. Aku terheran-heran saja meniru Abi yang membasahi anggota badannya dengan air.

“Bi, tolong Anis dijaga ya? Jangan biarkan Anis main-main dan menggangu orang lain solat.” Pinta Ummi.

“Beres Mi. Biar kuurus anak Ummi yang satu ini.” Kata Abi tersenyum.

Dalam perjalanan menuju masjid, Aku berpapasan dengan Raffi beserta Abinya juga. Mereka berpenampilan sama seperti Aku dan Abi. Memakai baju koko dan peci dikepala. Akhirnya Kami tiba juga dimasjid. Berduyun-duyun orang masuk kedalamnya. Seketika itu pun Aku bertanya pada Abi.

“Bi, Allahnya mana?” tanyaku polos.

Sambil tersenyum Abi menjawab. “Anis sayang, setiap masjid memang rumah Allah. Maksudnya adalah orang-orang yang beragama Islam seperti kita ini wajib menaati perintah Allah. Sholat contohnya. Wajib hukumnya berjama’ah di masjid. Sebagai bentuk rasa cinta kita kepada Allah.”

“Oh gitu ya Bi.” Desisku.

Suara iqomat pun dikumandangkan, pertanda sholat akan segera dilaksanakan. Orang-orang yang telah berada di masjid taqwa ini pun segera membentuk barisan. Aku pun sama. Membentuk barisan tepat berada disamping Abi. Entah apa maksudnya, Abi dan orang-orang disini mengangkat kedua tangannya, lalu berjongkok, kemudian disusul dengan bersujud ditambah juga dengan mulut yang komat-kamit. Terus begitu sampai empat kali. Mataku melirik kearah Raffi yang berada diujung barisan pertama. Aku tersenyum gembira menyambut lirikannya, begitupun Raffi. 

Kutatap satu persatu jama’ah sholat dzuhur di masjid taqwa ini, tapi tak tampak kakakku Anas dimana. Kata Ummi Kak Anas ada praktek sholat di masjid taqwa? Ah.. mungkin Kak Anas sudah pulang ke rumah.” Pikirku.

Sesampainya di rumah, Ummi dan Kak Anas menyambut Aku dan Abi dengan senyum merekah yang mengambang dibibir. Kami mengucapkan salam dengan serentak, dan dijawab oleh Ummi dan Kak Anas dengan balasan salam yang serentak pula.

Dek Anis, gimana tadi sholat dzuhurnya?” Tanya Kak Anas singkat.

“Wah seru banget Kak. Banyak orang, ada Raffi bersama Abinya juga loh.” Jawabku.

“Hmm.. emang seru banget dek. Makanya cepet sekolah kayak Kakak. Biar bisa ke masjid terus.” Pamer Anas.

“Tenang aja Kak. Abi sudah janji mau ngajak Anis tiap kali Abi mau sholat ke masjid.” Jawabku.

“Oya, kata Ummi masjid itu rumah Allah. Tapi kok tadi Anis gak ketemu sama Allah ya?” Sambung Anis.

Abi, Ummi, dan Kak Anas terdiam. Semburat senyuman mulai menghiasi wajah mereka masing-masing. Kemudian meledak menjadi sebuah tawa lepas yang tak kutahu apa maksudnya. Dengan aba-aba mereka meledek Aku dan kompak mengatakan: “Dasar anak kecil.”

--- Selesai ---



Metro, 12 April 2012
Created By: Ahmad Tarnudzy (AB3 FLP Cab. Kota Metro)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar